NMP : 37412336
Kelas : 1ID01
Teknik Industri Gunadarma
·
Bagaimana sistem ketahanan nasional pada masa
orde baru dan reformasi?
ebelum terbentuknya konsep Nation State
pasca perjanjian Westphalia, sejatinya hampir seluruh emporium telah memiliki
suatu sistem pertahanan. Sistem ini dikreasikan demi keberlangsungan sistem
politik dan pemerintahan serta untuk menjaga kestabilan dan keamanan, baik di
ke dalam maupun ke luar. Konsep pertahanan ini lantas terus berlanjut setelah
kekaisaran besar mulai mendapat ruang yang sempit. Kemunculan negara bangsa
menjadikan beberapa sistem politik dan pemerintahan yang tersentralisasi mulai
bergeser. Namun, ternyata untuk menjalankan sistem-sistem tersebut, sistem
pertahanan tetap dipertahankan sebagai bentuk nyata untuk mengontrol laju
kendali negara.
Konsep
pertahanan dan keamanan, sejak negara bangsa terbentuk, erat kaitannya dengan
kemiliteran. Begitu juga dengan implementasinya, tidak lepas dari istilah
perang. Tetapi, istilah perang dalam hal ini lebih merujuk pada suatu sikap
untuk mempertahankan keutuhan dan keamanan negara, tidak lagi kepada sikap
untuk melakukan ekspansi wilayah. Seorang Profesor Jenderal Mayor kebangsaan
Jerman, Karl Haushofer, menyatakan bahwa ada keterkaitan antara konspe
pertahanan dengan geopolitik. Pemikiran ini diilhami bahwa sesungguhnya
persoalan-persoalan militer memiliki hubungan erat dengan ilmu-ilmu bumi,
terutama dalam segi penentuan strategi militer.
Pemikiran
tersebut sesungguhnya telah ada terkait kemunculan sosok Sir Walter Raleigh
dari Inggris pada abad ke-16, yang mengatakan bahwa keberhasilan untuk
menguasai dunia ditentukan oleh keberhasilan sebuah bangsa dalam menguasai
lautan. Pandangan ini disebut juga pandangan maritime. Pemikiran ini juga
diteruskan oleh Alfred Thayer Mahan tahun 1892 dalam bukunya The Influence
of Sea-power upon History. Di sisi lain, Sir Halford John Mackinder,
mengatakan bahwa kunci keberhasilan menguasai dunia adalah penguasaan penuh
terhadap Heart-land. Terjemahan dari konsep ini adalah penguasaan
dunia dimulai dari penguasaan daratan. Lalu, Alexander Saversky dan Herman Lang
mengutamakan penguasaan udara (air-power) untuk memulai penguasaan
dunia. Dari ketiga elemen darat, laut dan udara, lahirlah suatu konsep strategi
pertahanan keamanan yang juga diimplementasikan terhadap konsep pertahanan
keamanan Indonesia dengan tujuan untuk mencapai kepentingan nasional.
Konsep
pertahanan keamanan Indonesia sesungguhnya berpegang teguh pada Pancasila yang
kemudian diturunkan pada sebuah doktrin pertahanan keamanan. Doktrin pertahanan
negara adalah prinsip-prinsip dasar yang memberikan arah bagi pengelolaan
sumber daya pertahanan untuk mencapai tujuan keamanan nasional (Widjajanto,
p.1). Dalam doktrin pertahanan, ada 6 muatan yang harus terkandung di dalamnya,
yakni: (1) perspektif bangsa tentang perang; (2) komponen negara yang terlibat
perang; (3) pemegang kendali perang; (4) mekanisme pertanggung-jawaban; (5)
strategi perang; dan (6) terminasi perang (Widjajanto, p.1). Konsep pertahanan
yang ada dalam negara Indonesia mengandung setidaknya dua aspek, yakni politik
dan militer.
Seiring
dengan perkembangannya, Indonesia mengalami evolusi doktrin pertahanan, yang
kemudian dapat dibagi dalam enam periode, yakni periode perang kemerdekaan
(1945-1949), periode RIS (1949-1950), periode perang internal (1950-1959),
periode demokrasi terpimpin (1950-1967), periode orde baru (1967-1998) dan
periode reformasi (1998-2004). Dimulai pada periode perang kemerdekaan. Kala
ini bangsa Indonesia menghadapi pengulatan besar dengan kolonialisme yang sudah
terlalu lama tertancap di bumi pertiwi. Indonesia di tahun-tahun ’45, sedang
berusaha berdiri menjadi sebuah negara baru. Sehingga, sistem keamanan dan
pertahanan juga belum stabil. Usaha awal dibentuknya lembaga keamanan adalah
dengan dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian beruban menjadi
TKR lalu TRI dan kemudian TNI yang istilahnya tetap digunakan sampai saat ini.
Perubahan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan politik pemimpin untuk
kelancaran diplomasi. Sebab, saat ini bangsa yang masih ‘bayi’ ini mau tidak
mau haru smenempuh jalur diplomasi untuk mengembalikan keutuhan wilayah. Di
masa ini pula, doktrin pertahanan linear yang membagi antara wilayah kawan dan
lawan, mulai bergeser menjadi doktrin pertahanan wehrkreise yang lebih
mandiri dan konsep pertahanan rakyat total.
Masa
Republik Indonesia Serikat muncul setelah hasil KMB disahkan di Den Haag,
Belanda. Doktrin pertahanan keamanan dibentuk dengan cepat dan ditulis dalam
Bab VI bagian VI Konstitusi RIS tentang pertahanan kebangsaan dan keamanan
umum. Ada 2 persoalan yang harus dihadapi pada masa ini, yakni pengaturan
kembali organisasi militer dengan melebur lembaga TNI, KNIl dan lain-lain serta
munculnya pemberontakan dalam negeri seperti Angkatan Perang Ratu Adil dan
lain-lain.
Masa
Perang Internal merupakan masa ketika doktrin perang wilayah dan pertahanan
rakyat dikombinasikan. Sistem perang menggunakan operasi tegas yang
menggabungkan operasi darat, laut dan udara yang di dalamnya terkandung operasi
pendadakan untuk melindungi lokasi pengeboran minyak. Dasar doktrin pertahanan
ini terdapat dalam UU No. 29/1954 Bab II, pasal 4.
Masa
Demokrasi terpimpin menerapkan sikap anti kolinialisme dan anti imperialism. Di
masa ini, Indonesia sedang dalam tahapan merebut kembali Irian Barat.
Organisasi Militer TNI kemudian menerapkan sistem operasi gabungan, yakni; tiga
tahap pembebasan (inflitrasi darat, pelancaran senjata-pendudukan wilayah dan
operasi konsolidasi militer), Operasi laut dan udara (Show of force,
amphibi operation dan Follow up) dan pengiriman 54.267 prajurit
darat. Konsep operasi gabungan ini juga diterapkan ketika “Ganyang Malaysia”
terus digemakan. Taktik dari strategi operasi gabungan adalah serangan
pre-emptif melalui penyuspan dan sabotase daeran lawan.
Pada
masa Orde Baru, pertahanan keamanan negara fokus kepada penumpasan G 30 S/PKI
dan PGRS-Paraku. Strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini adalah
operasi militer tempur, operasi militer intelejen dan operasi militer
territorial, yang semuanya terkandung dalam Doktrin Tri Ubaya Çakti. Doktrin
ini kemudian dikonsolidasikan lagi menjadi Doktrin Sad Daya Dwi Bakti pada
tahun 1994 yang fokus pada dimensi operasi TNI-ABRI, keamanan pulau nusantara,
keamanan laut, keamanan udara, keamamanan masyarakat dan pemeliharaan
perdamaian dunia.
Dari
kedua doktrin di atas, kemudian tercipta lagi Doktrin Tjatur Darma Eka Karma
(CADEK) tahun 1998 untuk sistem pertahanan keamanan perang rakyat semesta.
Kemudia dilakukan pembentukan Kopkamtib, yang berarti ABRI mendominasi seluruh
implementasi strategi keamanan nasional. Strategi dari doktrin ini ada 3 lapis
yakni: (1) Lapis I, operasi militer penciptaan kondisi dan intelejen strategis
yang melibatkan TNI AL, AU dan AD; (2) Lapis II, operasi militer offensive dan
defensive yang melibatkan TNI Al dan AU; dan (3) Lapis III, operasi militer
perlawanan wilayah dan serangan balas yang hanya melibatkan TNI AD saja.
Dominasi ABRI juga menimbulkan keadaan Dwifungsi ABRI, sehingga peran ABRI di
politik jauh lebih besar.
Di
era Reformasi, kesiapan TNI untuk mempertahankan negara Indonesia disebutkan
oleh S.E Finer dan Morris Janowitz memiliki karakter tersendiri. Karakter TNI
adalah militer secara sistematis mengembangkan keterkaitan yang erat dengan
sejarah perkembangan bangsa serta arah revolusi (Widjajanto, p.22). Hal ini
karena, TNI memiliki Brightlight principle dan Competence
principle yang mewakili perjuangan kemerdekaan dan mendukung kebijakan
nasionalistik dalam pembentukan negara, menjaga dan menyelamatkan bangsa serta
menegakkan integritas bangsa dan sebagai motor pembangunan nasional. Di era
ini, pemerintah bersama DPR sudah menetapkan regulasi tentang kebijakan
pertahanan nasional, yang terdapat dalam UU no. 3 tahun 2002. Lalu pengaturan
tentang Institusi dan prajurit TNI, yakni dalam UU no. 34 tahun 2004. Kemudian
tentang Sumber Daya Pertahanan dan prosedur pengerahan TNI.
Sayangnya,
penegakan sistem keamanan dan pertananan negara Indonesia ini terbentur oleh
minimnya anggaran belanja pertahanan Indonesia sendiri. Tetapi sejauh ini,
pemerintah telah menetapkan beberapa solusi, diantaranya: klasifikasi dan kodifikasi
ekspenditur, evaluasi efisiensi penggunaan anggaran, pengembangan RENSTRA
pertahanan integrative dan analisa devisa anggaran. Sehingga, diharapkan sistem
pertahanan negeri ini mampu berjalan efektif dan efisien, serta mampu menjadi
tameng untuk mencapi kepentingan nasional Indonesia.
·
.Bandingkan sistem ketahanan nasional Negara Indonesia
dengan Negara-negara lain didunia
Sistem pertahanan
Indonesia salah satunya ialah Radar
dalam dalam sistem pertahanan di Indonesia masih sangat kurang. Sistem radar di
Indonesia memang masih tertinggal.Itu sebabnya Kementrian pertahanan mengajak
lembaga dan ilmuan agar menyumbangkan hasil karya dibidang teknologi
radar.Caranya antara lain dengan membuat radar baru dan memaksimalkan radar
lama. Berbicara pada acara yang sama, Dirjen Perhubungan Laut Kementrian
Perhubungan,Laksamana Muda Sunaryo mengmukakan sat ini ada 10 lokasi diIndonesia
yang sudah terpasang radar.Antara lain 3 buah radar berada di Sumatra, 4
terbasang di Jawa ,1 berada di Kalimantan, 1 Sulawesi, dan terakhir 1 di Papua.
Sunaryo juga
menyebutkan ada sejumlah pembangunan Vessel Traffic Service (VTS) baru yang di
lokasikan di Selat Malaka dan
Singapura.Lokasi tersebut diantarabya berada di Tnjung Medang,Tanjung
Parit,pulau hiyu kecil,pulau taking yang kecil,batam dan tanjung
berakit.Sedangkan untuk pembangunan VTS baru juga ada beberapa di wilayah Indonesia
diantaranya selat Malaka ada 9,selat sunda ada 14 lokasi,dan di selat Lombok
ada 6 lokasi, semetara itu pemerintah akan mengadakan teknologi radar sebagai
bagian revitalisasi sistem pendukung pertahan Indonesia dalam mengembangkan
teknologi radar pemerintah akan berkerjasama dengan masyarakat .perbandingan sisten
di Indonesia terlihat berbeda dengan Negara lain di Dunia.