Minggu, 19 Mei 2013

Tulisan Ketahan Nasional

Nama : Tehrizka Tambihan
NMP :  37412336
Kelas :   1ID01
Teknik Industri Gunadarma


·         Bagaimana sistem ketahanan nasional pada masa orde baru dan reformasi?
ebelum terbentuknya konsep Nation State pasca perjanjian Westphalia, sejatinya hampir seluruh emporium telah memiliki suatu sistem pertahanan. Sistem ini dikreasikan demi keberlangsungan sistem politik dan pemerintahan serta untuk menjaga kestabilan dan keamanan, baik di ke dalam maupun ke luar. Konsep pertahanan ini lantas terus berlanjut setelah kekaisaran besar mulai mendapat ruang yang sempit. Kemunculan negara bangsa menjadikan beberapa sistem politik dan pemerintahan yang tersentralisasi mulai bergeser. Namun, ternyata untuk menjalankan sistem-sistem tersebut, sistem pertahanan tetap dipertahankan sebagai bentuk nyata untuk mengontrol laju kendali negara.
Konsep pertahanan dan keamanan, sejak negara bangsa terbentuk, erat kaitannya dengan kemiliteran. Begitu juga dengan implementasinya, tidak lepas dari istilah perang. Tetapi, istilah perang dalam hal ini lebih merujuk pada suatu sikap untuk mempertahankan keutuhan dan keamanan negara, tidak lagi kepada sikap untuk melakukan ekspansi wilayah. Seorang Profesor Jenderal Mayor kebangsaan Jerman, Karl Haushofer, menyatakan bahwa ada keterkaitan antara konspe pertahanan dengan geopolitik. Pemikiran ini diilhami bahwa sesungguhnya persoalan-persoalan militer memiliki hubungan erat dengan ilmu-ilmu bumi, terutama dalam segi penentuan strategi militer.
Pemikiran tersebut sesungguhnya telah ada terkait kemunculan sosok Sir Walter Raleigh dari Inggris pada abad ke-16, yang mengatakan bahwa keberhasilan untuk menguasai dunia ditentukan oleh keberhasilan sebuah bangsa dalam menguasai lautan. Pandangan ini disebut juga pandangan maritime. Pemikiran ini juga diteruskan oleh Alfred Thayer Mahan tahun 1892 dalam bukunya The Influence of Sea-power upon History. Di sisi lain, Sir Halford John Mackinder, mengatakan bahwa kunci keberhasilan menguasai dunia adalah penguasaan penuh terhadap Heart-land. Terjemahan dari konsep ini adalah penguasaan dunia dimulai dari penguasaan daratan. Lalu, Alexander Saversky dan Herman Lang mengutamakan penguasaan udara (air-power) untuk memulai penguasaan dunia. Dari ketiga elemen darat, laut dan udara, lahirlah suatu konsep strategi pertahanan keamanan yang juga diimplementasikan terhadap konsep pertahanan keamanan Indonesia dengan tujuan untuk mencapai kepentingan nasional.
Konsep pertahanan keamanan Indonesia sesungguhnya berpegang teguh pada Pancasila yang kemudian diturunkan pada sebuah doktrin pertahanan keamanan. Doktrin pertahanan negara adalah prinsip-prinsip dasar yang memberikan arah bagi pengelolaan sumber daya pertahanan untuk mencapai tujuan keamanan nasional (Widjajanto, p.1). Dalam doktrin pertahanan, ada 6 muatan yang harus terkandung di dalamnya, yakni: (1) perspektif bangsa tentang perang; (2) komponen negara yang terlibat perang; (3) pemegang kendali perang; (4) mekanisme pertanggung-jawaban; (5) strategi perang; dan (6) terminasi perang (Widjajanto, p.1). Konsep pertahanan yang ada dalam negara Indonesia mengandung setidaknya dua aspek, yakni politik dan militer.
Seiring dengan perkembangannya, Indonesia mengalami evolusi doktrin pertahanan, yang kemudian dapat dibagi dalam enam periode, yakni periode perang kemerdekaan (1945-1949), periode RIS (1949-1950), periode perang internal (1950-1959), periode demokrasi terpimpin (1950-1967), periode orde baru (1967-1998) dan periode reformasi (1998-2004). Dimulai pada periode perang kemerdekaan. Kala ini bangsa Indonesia menghadapi pengulatan besar dengan kolonialisme yang sudah terlalu lama tertancap di bumi pertiwi. Indonesia di tahun-tahun ’45, sedang berusaha berdiri menjadi sebuah negara baru. Sehingga, sistem keamanan dan pertahanan juga belum stabil. Usaha awal dibentuknya lembaga keamanan adalah dengan dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian beruban menjadi TKR lalu TRI dan kemudian TNI yang istilahnya tetap digunakan sampai saat ini. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan politik pemimpin untuk kelancaran diplomasi. Sebab, saat ini bangsa yang masih ‘bayi’ ini mau tidak mau haru smenempuh jalur diplomasi untuk mengembalikan keutuhan wilayah. Di masa ini pula, doktrin pertahanan linear yang membagi antara wilayah kawan dan lawan, mulai bergeser menjadi doktrin pertahanan wehrkreise yang lebih mandiri dan konsep pertahanan rakyat total.
Masa Republik Indonesia Serikat muncul setelah hasil KMB disahkan di Den Haag, Belanda. Doktrin pertahanan keamanan dibentuk dengan cepat dan ditulis dalam Bab VI bagian VI Konstitusi RIS tentang pertahanan kebangsaan dan keamanan umum. Ada 2 persoalan yang harus dihadapi pada masa ini, yakni pengaturan kembali organisasi militer dengan melebur lembaga TNI, KNIl dan lain-lain serta munculnya pemberontakan dalam negeri seperti Angkatan Perang Ratu Adil dan lain-lain.
Masa Perang Internal merupakan masa ketika doktrin perang wilayah dan pertahanan rakyat dikombinasikan. Sistem perang menggunakan operasi tegas yang menggabungkan operasi darat, laut dan udara yang di dalamnya terkandung operasi pendadakan untuk melindungi lokasi pengeboran minyak. Dasar doktrin pertahanan ini terdapat dalam UU No. 29/1954 Bab II, pasal 4.
Masa Demokrasi terpimpin menerapkan sikap anti kolinialisme dan anti imperialism. Di masa ini, Indonesia sedang dalam tahapan merebut kembali Irian Barat. Organisasi Militer TNI kemudian menerapkan sistem operasi gabungan, yakni; tiga tahap pembebasan (inflitrasi darat, pelancaran senjata-pendudukan wilayah dan operasi konsolidasi militer), Operasi laut dan udara (Show of force, amphibi operation dan Follow up) dan pengiriman 54.267 prajurit darat. Konsep operasi gabungan ini juga diterapkan ketika “Ganyang Malaysia” terus digemakan. Taktik dari strategi operasi gabungan adalah serangan pre-emptif melalui penyuspan dan sabotase daeran lawan.
Pada masa Orde Baru, pertahanan keamanan negara fokus kepada penumpasan G 30 S/PKI dan PGRS-Paraku. Strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah ini adalah operasi militer tempur, operasi militer intelejen dan operasi militer territorial, yang semuanya terkandung dalam Doktrin Tri Ubaya Çakti. Doktrin ini kemudian dikonsolidasikan lagi menjadi Doktrin Sad Daya Dwi Bakti pada tahun 1994 yang fokus pada dimensi operasi TNI-ABRI, keamanan pulau nusantara, keamanan laut, keamanan udara, keamamanan masyarakat dan pemeliharaan perdamaian dunia.
Dari kedua doktrin di atas, kemudian tercipta lagi Doktrin Tjatur Darma Eka Karma (CADEK) tahun 1998 untuk sistem pertahanan keamanan perang rakyat semesta. Kemudia dilakukan pembentukan Kopkamtib, yang berarti ABRI mendominasi seluruh implementasi strategi keamanan nasional. Strategi dari doktrin ini ada 3 lapis yakni: (1) Lapis I, operasi militer penciptaan kondisi dan intelejen strategis yang melibatkan TNI AL, AU dan AD; (2) Lapis II, operasi militer offensive dan defensive yang melibatkan TNI Al dan AU; dan (3) Lapis III, operasi militer perlawanan wilayah dan serangan balas yang hanya melibatkan TNI AD saja. Dominasi ABRI juga menimbulkan keadaan Dwifungsi ABRI, sehingga peran ABRI di politik jauh lebih besar.
Di era Reformasi, kesiapan TNI untuk mempertahankan negara Indonesia disebutkan oleh S.E Finer dan Morris Janowitz memiliki karakter tersendiri. Karakter TNI adalah militer secara sistematis mengembangkan keterkaitan yang erat dengan sejarah perkembangan bangsa serta arah revolusi (Widjajanto, p.22). Hal ini karena, TNI memiliki Brightlight principle dan Competence principle yang mewakili perjuangan kemerdekaan dan mendukung kebijakan nasionalistik dalam pembentukan negara, menjaga dan menyelamatkan bangsa serta menegakkan integritas bangsa dan sebagai motor pembangunan nasional. Di era ini, pemerintah bersama DPR sudah menetapkan regulasi tentang kebijakan pertahanan nasional, yang terdapat dalam UU no. 3 tahun 2002. Lalu pengaturan tentang Institusi dan prajurit TNI, yakni dalam UU no. 34 tahun 2004. Kemudian tentang Sumber Daya Pertahanan dan prosedur pengerahan TNI.
Sayangnya, penegakan sistem keamanan dan pertananan negara Indonesia ini terbentur oleh minimnya anggaran belanja pertahanan Indonesia sendiri. Tetapi sejauh ini, pemerintah telah menetapkan beberapa solusi, diantaranya: klasifikasi dan kodifikasi ekspenditur, evaluasi efisiensi penggunaan anggaran, pengembangan RENSTRA pertahanan integrative dan analisa devisa anggaran. Sehingga, diharapkan sistem pertahanan negeri ini mampu berjalan efektif dan efisien, serta mampu menjadi tameng untuk mencapi kepentingan nasional Indonesia.

·         .Bandingkan sistem ketahanan nasional Negara Indonesia dengan Negara-negara lain didunia
Sistem pertahanan Indonesia salah satunya  ialah Radar dalam dalam sistem pertahanan di Indonesia masih sangat kurang. Sistem radar di Indonesia memang masih tertinggal.Itu sebabnya Kementrian pertahanan mengajak lembaga dan ilmuan agar menyumbangkan hasil karya dibidang teknologi radar.Caranya antara lain dengan membuat radar baru dan memaksimalkan radar lama. Berbicara pada acara yang sama, Dirjen Perhubungan Laut Kementrian Perhubungan,Laksamana Muda Sunaryo mengmukakan sat ini ada 10 lokasi diIndonesia yang sudah terpasang radar.Antara lain 3 buah radar berada di Sumatra, 4 terbasang di Jawa ,1 berada di Kalimantan, 1 Sulawesi, dan terakhir 1 di Papua.
Sunaryo juga menyebutkan ada sejumlah pembangunan Vessel Traffic Service (VTS) baru yang di lokasikan di Selat Malaka  dan Singapura.Lokasi tersebut diantarabya berada di Tnjung Medang,Tanjung Parit,pulau hiyu kecil,pulau taking yang kecil,batam dan tanjung berakit.Sedangkan untuk pembangunan VTS baru juga ada beberapa di wilayah Indonesia diantaranya selat Malaka ada 9,selat sunda ada 14 lokasi,dan di selat Lombok ada 6 lokasi, semetara itu pemerintah akan mengadakan teknologi radar sebagai bagian revitalisasi sistem pendukung pertahan Indonesia dalam mengembangkan teknologi radar pemerintah akan berkerjasama dengan masyarakat .perbandingan sisten di Indonesia terlihat berbeda dengan Negara lain di Dunia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar