NAMA : TEHRIZKA TAMBIHAN ( 37412336)
KELAS : 3ID04
TUGAS KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
A. PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
1. Pengertian Paradigma
Pengertian Paradigma pada mulanya dikemukakan oleh
Thomas S. Khun dalam bukunya The Structure Of Scientific Revolution, yakni
asumsi-asumsi dasar dan asumsi- asumsi teoritis yang bersifat umum (sumber
nilai), sehingga sebagai sumber hukum, metode yang dalam penerapan ilmu
pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan
sifatnya dinamis, karena banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga
kemungkinan dapat ditemukan kelemahan dan kesalahan pada teori yang telah ada.
Jika demikian ilmuwan/peneliti akan kembali pada
asumsi-asumsi dasar dan teoritis, shingga ilmu pengetahaun harus mengkaji
kembali pada dasar ontologis dari ilmu itu sendiri. Misal penelitian ilmu-ilmu
sosial yang menggunakan metode kuantitatif, karena tidak sesuai dengan objek
penenelitian, sehingga ditemukan banyak kelemahan, maka perlu menggunakan
metode baru/lain yang sesuai dengan objek penelitian, yaitu beralih dengan
menggunakan metode kualitatif.
Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam
berbagai bidang kehidupan manusia, diantaranya: politik, hukum, ekonomi,
budaya.. Istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengadung konotasi
pengertian: sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, serta
arah dan tujuan.
2. Pengertian Reformasi
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata
reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harafiah reformasi
mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata
kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk
semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita- citakan rakyat. Reformasi
juga diartikan pembaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru
untuk menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
Reformasi secara umum bararti perubahan terhadap
suatu system yang telah ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata Reformasi
umumnya merujuk pada gerakan mahasiswa pada tahun1998 yang menjatuhkan
kekuasaan presiden Soeharta atau era setelah Orde baru. Kendati demikan, Kata
Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan pembaruan di kalangan Gereja
Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16,yang dipimpin oleh Marti luther, Ulrich
Zwingli, Yohanes Calvin, dll.
Reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan
kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia,
yang selama ini diselewengakan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa
orde lama maupun orde baru. Proses reformasi harus memiliki platform dan sumber
nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila sebagaimana tujuan awal ideal para pendiri
bangsa terdahulu.
Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi
syarat-syarat:
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya
suatu penyimpangan- penyimpangan. Masa pemerintahan Orba banyak terjadi suatu
penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”, kolusi dan korupsi
yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan
berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu, dalam hal ini Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya
suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai- nilai sebagaimana yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
3. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar
serta sistem Negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat,
sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus melakukan
perubahan kea rah sistem Negara hukum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus
adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari penguasa,
serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi sendiri harus
berdasarkan pada kerangka dan kepastian hukum yang jelas.
4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan
kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang dilakukan dalam
reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik
dalam segala aspek, antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta
kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan
etika sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya
persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Gerakan reformasi
Gerakan reformasi dimulai pada masa pemerintahan
orde baru yang menerapkan sistem “ birokratik otoritarian” dan system
“korporatik” yang disebabkan terjadinya krisis ekonomi Asia
terutama Asia Tenggara yang menyebabkan stabilitas
politik menjadi goyah. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan
partisipasi di dalam pembuatan keputusan- keputusan nasional yang berada hampir
seluruhnya pada tangan penguasa Negara, kelompok militer, kelompok cerdik
cendekiawan dan kelompok wiraswastaan bekerjasama dengan masyarakat bisnis
internasional.
Ditambah lagi dengan merajalelanya praktek Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme pada hampir seluruh instansi pemerintahan, serta
penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan dikalangan para pejabat dan pelaksana
pemerintahan. Para wakil-wakil rakyat yang seharusnya membawa amanat rakyat
dalamkenyataannya tidak dapat berfungsi secara demokratis , DPR serta MPR
menjadi mandul karena sendi-sendi demokrasi telah dijangkiti penyakit
nepotisme. Pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik
bagi Negara dan aparat pelaksana Negara dalam kenyataannya digunakan sebagai
alat legitimasi politik, semua kebijaksanaan dan tindakan pengusaha
mengatasnamakan Pancasila, bahkan kebijaksanaan dan tindakan yang bertentangan
sekalipun diistilahkan sebagai pelaksanaan Pancasila yang murni dan konsekuen.
Puncak dari keadaan
tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi
nasional, maka timbullah berbagai gerakan
masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai
gerakan moral politik yang menuntut adanya “Reformasi” disegala bidang terutama
bidang politik, ekonomi, hukum, dan pembangunan.
Awal keberhasilan gerakan Reformasi tersebut
ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang
kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden BJ. Habibie mengganti
kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi
Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi
yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara
menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian
diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum sehingga
perlu diwujudkan UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha
Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh. Dengan
demikian reformasi harus diikuti juga dengan reformasi hukum bersama aparat
penegaknya serta reformasi pada berbagai instansi pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang
dilakukan melalui
Pemilu. Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan para elit politik
dan pelaku politik bersifat demokratis, yang mau mendengar penderitaan
masyarakat dan mampu menjalankan tugasnya dengan benar.
4. Gerakan reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah
mengartikan makna dari sebuah
kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang mengatasnamakan
Reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari
Reformasi. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa menuntut dan melakukan
aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah pengerusakan fasilitas umum,
sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah. Oleh karena itu dalam melakukan
gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan paham akan pengertian dari
reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan tujuan
reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu
gerakan untuk memformat ulang, menata ulang, atau menata kembali hal-hal yang
menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat (Riswanda dalam Kaelan, 1998).
5. Pancasila Sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila sebagai dasar negara, pada catatan
sejarah sepertinya tidak diletakkan sebagaimana mestinya. Banyak penyelewengan
yang dilakukan oleh para pelaksana pemerintahan. Pada masa orde lama misalnya,
Manipol Usdek dan Nasakom yang bertentangan dengan pancasila, Presiden seumur
hidup serta praktek kediktatoran oleh para penguasa. Adapun pada masa orde baru
pancasila dijadikan sebagai alat legitimasi politik oleh para penguasa,
sehingga kedudukan pancasila sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktek
kebijaksanaan pelaksana penguasa negara. Misalnya, setiap kebijakan para
penguasa senantiasa berlindung dibalik ideologi pancasila, sehingga setiap
tindakan penguasa negara senantiasa di legitimasi oleh ideologi pancasila. Dan
sebagai konsekuensinya, setiap warga negara yang tidak menyetujui kebijaksanaan
tersebut dianggap bertentangan dengan pancasila.
Maka dari itu, reformasi dalam perspektif pancasila
harus berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
6. Reformasi dengan paradigma pancasila
Setiap sila mempunyai
nilai dalam paradigma reformasi, yaitu:
a.Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada
moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia
makhluk tuhan.
b.Reformasi yang
berperikemanusiaan yang adil dan beradab.
Artinya, gerakan
reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya penataan kehidupan
yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia
c.Reformasi yang
berdasarkan nilai persatuan.
Artinya, gerakan reformasi harus menjamin tetap
tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
d.Reformasi yang berakar
pada asas kerakyatan.
Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dan
pemegang kedaulatan.
e. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang
jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
7. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah lengsernya rezim Soeharto tepatnya pada
tanggal 21 Mei 1998, banyak
terjadi kerusakan yang parah yang disebabkan para penguasa terdahulu, salah
satunya adalah bidang hukum. Materi hukum maupun penegaknya dirasakan
menyeleweng dan semakin menjauh dari nilai-nilai pancasila. Maka bangsa
Indonesia ingin menata kembali hukum yang telah rusak parah tersebut
berdasarkan pancasila.Didalam suatu negara terdapat suatu dasar fundamental
yang merupakan sumber hukum positif yang didalam ilmu hukum tata negara di
sebut “ Staatsfundamentalnorm”.
Hal yang dimaksud itu tidak lain adalah pancasila.
Maka, pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berpikir, sumber nilai
serta sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia.
Berdasarkan pengertian inilah maka pancasila
mempunyai kedudukan sebagai paradigma hukum. Materi dalam produk hukum atau
perubahan hukum dapat senantiasa berubah dan di ubah sesuai dengan perkembangan
zaman, iptek, serta perkembangan aspirasi masyarakat, namun sumber nilai
(pancasila) harus senantiasa tetap.
Reformasi pada dasarnya adalah untuk mengembalikan
hakikat dan fungsi negara yaitu melindungi bangsa dan negara dan seluruh tumpah
darah. Negara harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat/hak asasi
yang merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa ( sila I dan II ).
Reformasi pada hakikatnya adalah untuk
mengembalikan Negara pada kekuasaan rakyat, (sila ke IV). Negara adalah dari,
oleh dan untuk rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan Negara. Maka, dalam
pelaksanaan suatu hukum harus mengembalikan negara pada supremasi hukum yang
didasarkan atas kekuasaan yang berada pada rakyat, bukan pada kekuasaan
perorangan maupun kelompok. Oleh karena itu, pelaksanaan paraturan
perundang-undangan hendaknya mendasarkan pada terwujudnya atas jaminan bahwa
dalam suatu negara, kekuasaan adalah di tangan rakyat.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus
benar-benar dapat mewujudkan negara demokratis dengan suatu supremasi hukum.
Artinya, pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya
keadilan (Sila V) dalam suatu negara, yaitu keseimbangan antara hak dan
kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan,
etnis maupun agama. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di muka
hukum dan pemerintahan ( UUD 1945 Pasal 27 ). Sebagai konsekkuensinya, para
penegak hukum harus terbebas dari praktek KKN.
B. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN KAMPUS
Pancasila sebagai paradigma
dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan
berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang
dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan
bagi ‘yang menyandangnya. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang
pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus. Kehidupan kampus yang kita
ketahui terdiri dari beberapa elemen, yaitu : mahasiswa, dan dosen. Sekelompok
elemen tersebutlah yang mengisi kehidupan kampus setiap harinya. Fungsi dari
kampus itu sendiri adalah selain untuk wadah sarana pendidikan juga sebagai tempat
menimba/mendapatkan ilmu, dimana elemen mahasiswa memegang peran utama dalam
mengatur, mengendalikan, dan mentaati segala peraturan yang ada di kampus.
Pancasila sebagai landasan yang utama tidak hanya berlaku dalam satu unsur
saja, namun terdapat dalam berbagai unsur yaitu : ilmu pengetahuan, hukum, HAM,
sosial politik, ekonomi, kebudayaan, dll. Dalam arti, bahwa pancasila bisa
diterapkan dan dijalankan dalam unsur-unsur tersebut sesuai dengan nilai-nilai
yang terdapat pada pancasila tersebut (sila ke-1 s/d sila ke-5).
Kampus yang terdiri dari 2
elemen, tentunya memiliki jumlah kapasitas yang besar. Maksudnya adalah, dalam
kampus tidak hanya terdiri dari beberapa orang namun terdiri dari ratusan
bahkan ribuan orang. Tentunya setiap orang memiliki keyakinan agama yang
berbeda. Seperti kita ketahui kita mengenal adanya 5 agama (kristen, katholik, islam, budha, hindu).
Sehingga perlulah pola/acuan berfikir untuk tidak melakukan sikap diskriminatif
terhadap agama yang satu dengan yang lain, kaum mayoritas dengan kaum
minoritas. Agar nilai-nilai agama yang kita punya tidak menimbulkan pelanggaran
melainkan contoh bagi orang lain. Sebagaimana yang terdapat pada sila ke-1
dalam pancasila. Selain itu, setiap mahasiswa juga berhak untuk mendapatkan
suatu prestasi ketika mahasiswa tersebut sudah melaksanakan kewajibannya (IPK).
Hal ini berkaitan dengan nilai kemanusiaan yang terdapat dalam sila ke-2,
dimana mahasiswa berhak mendapatkan haknya ketika kewajibannya sudah dilakukan.
Namun perlu juga kesesuaian antara kewajiban yang dilakukan dengan hak yang
diterima. Kemudian, dalam pergaulan kampus semakin sulit dibedakan antara
mahasiswa yang senior dengan yang junior karena ketika golongan tersebut
menyatu terkadang mempunyai sikap yang kurang sopan ketika berbicara &
berperilaku. Sehingga nilai moral yang ada tidak sesuai lagi dengan perilaku
yang sebagaimana mestinya. Banyaknya orang yang terdapat dalam kampus, juga
mempunyai berbagai keanekaragaman. Contohnya: suku, bahasa, dan budaya.
Keanekaragaman tersebut cenderung membuat kita terkadang malu atau bahkan tidak
mengakui. Sehingga terkadang timbulah suatu perpecahan antar mahasiswa,
walaupun tidak dalam skala yang besar. Paradigma yang seharusnya dilakukan
adalah menjadikan keanekaragaman ini sebagai landasan bahwa semua orang dapat
menyatu, menghargai, dan mengakui
walaupun terdapat beberapa perbedaan dalam hal bahasa dan budayanya.
Paradigma tersebut telah tertanam dalam pancasila sila ke-3 sebagai nilai
persatuan. Kemudian, kampus yang adalah sebagai wadah tentunya tidak secara
langsung berdiri sendiri. Pasti ada proses dan orang yang memegang peranan
dalam hal tersebut. Maka, antara pihak kampus dengan mahasiswa yang ada
didalamnya harus mempunyai sikap yang transparan dan bijaksana. Sehingga tidak
menimbulkan konflik antara kedua lapisan tersebut. Paradigmanya adalah agar
tercapainya suatu tujuan yaitu pendidikan yang bermutu dan berkualitas baik,
mempunyai makna bahwa pendidikan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk
mahasiswa seperti yang tertuang dalam pancasila sila ke-4 sebagai nilai
kerakyatan. Seiring dengan perkembangan jaman dimana terjadi perpindahan orde
dari orde lama ke orde baru, nilai-nilai pancasila pun semakin dilupakan.
Padahal dengan pancasila tersebutlah segala sesuatunya menjadi sangat berharga.
Pancasila yang terdapat dalam unsur ilmu pengetahuan berkaitan juga dengan
kehidupan kampus, karena kampus sendiri mempunyai tujuan yang berkaitan dalam
ilmu pengetahuan. Paradigma kehidupan yang terdapat dalam kampus adalah dimana
dalam setiap kehidupan sehari-harinya terdapat interaksi antara dosen dengan
mahasiswa . Sesuai dengan nilai keadilan yang terdapat dalam sila ke-5,
menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Hubungannya
apa? Kampus sebagai wadah yang tepat
dalam mendapatkan ilmu, menandakan bahwa dosen adalah seorang pengajar dan
mahasiswa adalah sebagai pelajar. Artinya,dosen harus mensejahterakan
mahasiswanya dengan menuangkan ilmu yang dia punya kepada mahasiswanya tanpa
harus melakukan perbedaan dalam mendapatkan ilmu agar terciptanya suatu elemen
mahasiswa yang pintar, radikal, dan berkompeten dalam bidangnya.
Jadi, pancasila sebagai
landasan yang utama harus dijaga, dilakukan, dan ditaati nilai-nilainya agar
setiap nilainya tersebut dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang
bermartabat dan sederajat dengan negara lainnya.
C. ANALISIS BUDAYA MEROKOK DIKALANGAN MAHASISWA (KONTRA)
Adanya keberadaan area merokok dan papan larangan merokok
pada beberapa titik di area kampus membuat sebagian mahasiswa berasumsi bahwa
kampus memang telah memberlakukan larangan merokok di tempat umum. Namun,
sebagian mahasiswa mengaku tidak mengetahui dan tidak pernah mendengar adanya
larangan merokok. Keberadaan aturan mengenai larangan merokok di area kampus
itu pun menuai berbagai pro kontra di kalangan mahasiswa. Bagaimana sebenarnya
pendapat mahasiswa, baik yang pro maupun kontra mengenai larangan merokok di
area kampus.
Laarangan merokok di lingkungan kampus akan
lebih baik jika memang aturan larangan merokok di tempat umum benar-benar diresmikan.
Tidak hanya itu, perlu juga dibentuk tim pengawas yang bertugas mengawasi dan
menegur sivitas akademika yang melanggar.Meroko tidak hanya akan merugikan
dirinya sendiri, namun juga akan memberikan edukasi yang salah pada masyarakat.
“Bahaya merokok secara medis sebenarnya sudah tercantum pada bungkusnya, selain
juga merupakan faktor resiko dari berbagai penyakit yang membahayakan, Oleh
sebab itu berhentilah merokok bagi masyarakat terutama mahasiswa atau pelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2004. Pendidikan
Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.
Komalasari, Kokom.2007.
Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.
Syarbani, Syahrial. 2004.
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar