Rabu, 26 November 2014

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI

NAMA  : TEHRIZKA TAMBIHAN ( 37412336)
KELAS  : 3ID04
TUGAS KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA

A.        PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI  
1.         Pengertian Paradigma
Pengertian Paradigma pada mulanya dikemukakan oleh Thomas S. Khun dalam bukunya The Structure Of Scientific Revolution, yakni asumsi-asumsi dasar dan asumsi- asumsi teoritis yang bersifat umum (sumber nilai), sehingga sebagai sumber hukum, metode yang dalam penerapan ilmu pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan sifatnya dinamis, karena banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga kemungkinan dapat ditemukan kelemahan dan kesalahan pada teori yang telah ada.
Jika demikian ilmuwan/peneliti akan kembali pada asumsi-asumsi dasar dan teoritis, shingga ilmu pengetahaun harus mengkaji kembali pada dasar ontologis dari ilmu itu sendiri. Misal penelitian ilmu-ilmu sosial yang menggunakan metode kuantitatif, karena tidak sesuai dengan objek penenelitian, sehingga ditemukan banyak kelemahan, maka perlu menggunakan metode baru/lain yang sesuai dengan objek penelitian, yaitu beralih dengan menggunakan metode kualitatif.
Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia, diantaranya: politik, hukum, ekonomi, budaya.. Istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengadung konotasi pengertian: sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, serta arah dan tujuan.
2.         Pengertian Reformasi
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harafiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita- citakan rakyat. Reformasi juga diartikan pembaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
Reformasi secara umum bararti perubahan terhadap suatu system yang telah ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk pada gerakan mahasiswa pada tahun1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharta atau era setelah Orde baru. Kendati demikan, Kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16,yang dipimpin oleh Marti luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll.
Reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengakan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagaimana tujuan awal ideal para pendiri bangsa terdahulu.
Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat:
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan- penyimpangan. Masa pemerintahan Orba banyak terjadi suatu penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.

2. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai- nilai sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.

3. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus melakukan perubahan kea rah sistem Negara hukum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka dan kepastian hukum yang jelas.
4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek, antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

3.         Gerakan reformasi
Gerakan reformasi dimulai pada masa pemerintahan orde baru yang menerapkan sistem “ birokratik otoritarian” dan system “korporatik” yang disebabkan terjadinya krisis ekonomi Asia
terutama Asia Tenggara yang menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi di dalam pembuatan keputusan- keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa Negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendekiawan dan kelompok wiraswastaan bekerjasama dengan masyarakat bisnis internasional.
Ditambah lagi dengan merajalelanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pada hampir seluruh instansi pemerintahan, serta penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan dikalangan para pejabat dan pelaksana pemerintahan. Para wakil-wakil rakyat yang seharusnya membawa amanat rakyat dalamkenyataannya tidak dapat berfungsi secara demokratis , DPR serta MPR menjadi mandul karena sendi-sendi demokrasi telah dijangkiti penyakit nepotisme. Pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi Negara dan aparat pelaksana Negara dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua kebijaksanaan dan tindakan pengusaha mengatasnamakan Pancasila, bahkan kebijaksanaan dan tindakan yang bertentangan sekalipun diistilahkan sebagai pelaksanaan Pancasila yang murni dan konsekuen.
Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi
nasional, maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya “Reformasi” disegala bidang terutama bidang politik, ekonomi, hukum, dan pembangunan.
Awal keberhasilan gerakan Reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden BJ. Habibie mengganti kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh. Dengan demikian reformasi harus diikuti juga dengan reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada berbagai instansi pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang dilakukan melalui Pemilu. Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan para elit politik dan pelaku politik bersifat demokratis, yang mau mendengar penderitaan masyarakat dan mampu menjalankan tugasnya dengan benar.
4.         Gerakan reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari sebuah kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang mengatasnamakan Reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa menuntut dan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah pengerusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah. Oleh karena itu dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang, atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang di cita-citakan rakyat (Riswanda dalam Kaelan, 1998).

5.         Pancasila Sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila sebagai dasar negara, pada catatan sejarah sepertinya tidak diletakkan sebagaimana mestinya. Banyak penyelewengan yang dilakukan oleh para pelaksana pemerintahan. Pada masa orde lama misalnya, Manipol Usdek dan Nasakom yang bertentangan dengan pancasila, Presiden seumur hidup serta praktek kediktatoran oleh para penguasa. Adapun pada masa orde baru pancasila dijadikan sebagai alat legitimasi politik oleh para penguasa, sehingga kedudukan pancasila sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktek kebijaksanaan pelaksana penguasa negara. Misalnya, setiap kebijakan para penguasa senantiasa berlindung dibalik ideologi pancasila, sehingga setiap tindakan penguasa negara senantiasa di legitimasi oleh ideologi pancasila. Dan sebagai konsekuensinya, setiap warga negara yang tidak menyetujui kebijaksanaan tersebut dianggap bertentangan dengan pancasila.
Maka dari itu, reformasi dalam perspektif pancasila harus berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
6.         Reformasi dengan paradigma pancasila
Setiap sila mempunyai nilai dalam paradigma reformasi, yaitu:
a.Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Artinya, gerakan reformasi berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebgai manusia makhluk tuhan.

b.Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab.
Artinya, gerakan reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia
c.Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan.
Artinya, gerakan reformasi harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan.
d.Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan.
Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dan pemegang kedaulatan.
e. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

7.         Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah lengsernya rezim Soeharto tepatnya pada tanggal 21 Mei 1998, banyak terjadi kerusakan yang parah yang disebabkan para penguasa terdahulu, salah satunya adalah bidang hukum. Materi hukum maupun penegaknya dirasakan menyeleweng dan semakin menjauh dari nilai-nilai pancasila. Maka bangsa Indonesia ingin menata kembali hukum yang telah rusak parah tersebut berdasarkan pancasila.Didalam suatu negara terdapat suatu dasar fundamental yang merupakan sumber hukum positif yang didalam ilmu hukum tata negara di sebut “ Staatsfundamentalnorm”.
Hal yang dimaksud itu tidak lain adalah pancasila. Maka, pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berpikir, sumber nilai serta sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia.
Berdasarkan pengertian inilah maka pancasila mempunyai kedudukan sebagai paradigma hukum. Materi dalam produk hukum atau perubahan hukum dapat senantiasa berubah dan di ubah sesuai dengan perkembangan zaman, iptek, serta perkembangan aspirasi masyarakat, namun sumber nilai (pancasila) harus senantiasa tetap.
Reformasi pada dasarnya adalah untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara yaitu melindungi bangsa dan negara dan seluruh tumpah darah. Negara harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat/hak asasi yang merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa ( sila I dan II ).
Reformasi pada hakikatnya adalah untuk mengembalikan Negara pada kekuasaan rakyat, (sila ke IV). Negara adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan Negara. Maka, dalam pelaksanaan suatu hukum harus mengembalikan negara pada supremasi hukum yang didasarkan atas kekuasaan yang berada pada rakyat, bukan pada kekuasaan perorangan maupun kelompok. Oleh karena itu, pelaksanaan paraturan perundang-undangan hendaknya mendasarkan pada terwujudnya atas jaminan bahwa dalam suatu negara, kekuasaan adalah di tangan rakyat.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokratis dengan suatu supremasi hukum. Artinya, pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (Sila V) dalam suatu negara, yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnis maupun agama. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum dan pemerintahan ( UUD 1945 Pasal 27 ). Sebagai konsekkuensinya, para penegak hukum harus terbebas dari praktek KKN.

B.        PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN KAMPUS
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus. Kehidupan kampus yang kita ketahui terdiri dari beberapa elemen, yaitu : mahasiswa, dan dosen. Sekelompok elemen tersebutlah yang mengisi kehidupan kampus setiap harinya. Fungsi dari kampus itu sendiri adalah selain untuk wadah sarana pendidikan juga sebagai tempat menimba/mendapatkan ilmu, dimana elemen mahasiswa memegang peran utama dalam mengatur, mengendalikan, dan mentaati segala peraturan yang ada di kampus. Pancasila sebagai landasan yang utama tidak hanya berlaku dalam satu unsur saja, namun terdapat dalam berbagai unsur yaitu : ilmu pengetahuan, hukum, HAM, sosial politik, ekonomi, kebudayaan, dll. Dalam arti, bahwa pancasila bisa diterapkan dan dijalankan dalam unsur-unsur tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat pada pancasila tersebut (sila ke-1 s/d sila ke-5).
Kampus yang terdiri dari 2 elemen, tentunya memiliki jumlah kapasitas yang besar. Maksudnya adalah, dalam kampus tidak hanya terdiri dari beberapa orang namun terdiri dari ratusan bahkan ribuan orang. Tentunya setiap orang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Seperti kita ketahui kita mengenal adanya 5 agama  (kristen, katholik, islam, budha, hindu). Sehingga perlulah pola/acuan berfikir untuk tidak melakukan sikap diskriminatif terhadap agama yang satu dengan yang lain, kaum mayoritas dengan kaum minoritas. Agar nilai-nilai agama yang kita punya tidak menimbulkan pelanggaran melainkan contoh bagi orang lain. Sebagaimana yang terdapat pada sila ke-1 dalam pancasila. Selain itu, setiap mahasiswa juga berhak untuk mendapatkan suatu prestasi ketika mahasiswa tersebut sudah melaksanakan kewajibannya (IPK). Hal ini berkaitan dengan nilai kemanusiaan yang terdapat dalam sila ke-2, dimana mahasiswa berhak mendapatkan haknya ketika kewajibannya sudah dilakukan. Namun perlu juga kesesuaian antara kewajiban yang dilakukan dengan hak yang diterima. Kemudian, dalam pergaulan kampus semakin sulit dibedakan antara mahasiswa yang senior dengan yang junior karena ketika golongan tersebut menyatu terkadang mempunyai sikap yang kurang sopan ketika berbicara & berperilaku. Sehingga nilai moral yang ada tidak sesuai lagi dengan perilaku yang sebagaimana mestinya. Banyaknya orang yang terdapat dalam kampus, juga mempunyai berbagai keanekaragaman. Contohnya: suku, bahasa, dan budaya. Keanekaragaman tersebut cenderung membuat kita terkadang malu atau bahkan tidak mengakui. Sehingga terkadang timbulah suatu perpecahan antar mahasiswa, walaupun tidak dalam skala yang besar. Paradigma yang seharusnya dilakukan adalah menjadikan keanekaragaman ini sebagai landasan bahwa semua orang dapat menyatu, menghargai, dan mengakui  walaupun terdapat beberapa perbedaan dalam hal bahasa dan budayanya. Paradigma tersebut telah tertanam dalam pancasila sila ke-3 sebagai nilai persatuan. Kemudian, kampus yang adalah sebagai wadah tentunya tidak secara langsung berdiri sendiri. Pasti ada proses dan orang yang memegang peranan dalam hal tersebut. Maka, antara pihak kampus dengan mahasiswa yang ada didalamnya harus mempunyai sikap yang transparan dan bijaksana. Sehingga tidak menimbulkan konflik antara kedua lapisan tersebut. Paradigmanya adalah agar tercapainya suatu tujuan yaitu pendidikan yang bermutu dan berkualitas baik, mempunyai makna bahwa pendidikan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa seperti yang tertuang dalam pancasila sila ke-4 sebagai nilai kerakyatan. Seiring dengan perkembangan jaman dimana terjadi perpindahan orde dari orde lama ke orde baru, nilai-nilai pancasila pun semakin dilupakan. Padahal dengan pancasila tersebutlah segala sesuatunya menjadi sangat berharga. Pancasila yang terdapat dalam unsur ilmu pengetahuan berkaitan juga dengan kehidupan kampus, karena kampus sendiri mempunyai tujuan yang berkaitan dalam ilmu pengetahuan. Paradigma kehidupan yang terdapat dalam kampus adalah dimana dalam setiap kehidupan sehari-harinya terdapat interaksi antara dosen dengan mahasiswa . Sesuai dengan nilai keadilan yang terdapat dalam sila ke-5, menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Hubungannya apa?  Kampus sebagai wadah yang tepat dalam mendapatkan ilmu, menandakan bahwa dosen adalah seorang pengajar dan mahasiswa adalah sebagai pelajar. Artinya,dosen harus mensejahterakan mahasiswanya dengan menuangkan ilmu yang dia punya kepada mahasiswanya tanpa harus melakukan perbedaan dalam mendapatkan ilmu agar terciptanya suatu elemen mahasiswa yang pintar, radikal, dan berkompeten dalam bidangnya.
Jadi, pancasila sebagai landasan yang utama harus dijaga, dilakukan, dan ditaati nilai-nilainya agar setiap nilainya tersebut dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan sederajat dengan negara lainnya.

C.        ANALISIS BUDAYA MEROKOK DIKALANGAN MAHASISWA    (KONTRA)
            Adanya keberadaan area merokok dan papan larangan merokok pada beberapa titik di area kampus membuat sebagian mahasiswa berasumsi bahwa kampus memang telah memberlakukan larangan merokok di tempat umum. Namun, sebagian mahasiswa mengaku tidak mengetahui dan tidak pernah mendengar adanya larangan merokok. Keberadaan aturan mengenai larangan merokok di area kampus itu pun menuai berbagai pro kontra di kalangan mahasiswa. Bagaimana sebenarnya pendapat mahasiswa, baik yang pro maupun kontra mengenai larangan merokok di area kampus.
 Laarangan merokok di lingkungan kampus akan lebih baik jika memang aturan larangan merokok di tempat umum benar-benar diresmikan. Tidak hanya itu, perlu juga dibentuk tim pengawas yang bertugas mengawasi dan menegur sivitas akademika yang melanggar.Meroko tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri, namun juga akan memberikan edukasi yang salah pada masyarakat. “Bahaya merokok secara medis sebenarnya sudah tercantum pada bungkusnya, selain juga merupakan faktor resiko dari berbagai penyakit yang membahayakan, Oleh sebab itu berhentilah merokok bagi masyarakat terutama mahasiswa atau pelajar.



DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.
Komalasari, Kokom.2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.

Syarbani, Syahrial. 2004. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar