Nama : Tehrizka Tambihan
NPM : 37412336
Kelas : 3ID04
TUGAS KE-5 KEWARGA NEGARAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Inti Sila Pertama Samapai Sila Lima
1.1 Secara
Umum Pancasiala
Pancasila merupakan suatu kesatuan, sila yang
satu tidak bisa pisahkan dari sila yang lainnya; keseluruhan sila di
dalam pancasila merupakan suatu kesatuan organis,atau suatu kesatuan
keseluruhan yang bulat. Adapun susunan sila-sila Pancasila adalah
sistematis-hierarkhis, artinya kelima sila Pancasila itu menunjukan suatu
rangkaian urut-urutan yang bertingkat (hierarkhis). Tiap-tiap sila mempunyai
tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan itu. Sehingga tidak dapat
digeser-geser atau dibalik-balik. Sekalipun sila-sila di dalam Pancasila itu
merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dilepas-pisahkan satu dari yang
lainya, namun dalam hal memahami hakekat pengertiannya sangatlah diperlukan
uraian sila demi sila.
Hal ini dapat di gambarkan sebagai berikut:
Sila I :”Ketuhanan Yang Maha Esa” meliputi dan
menjiwai sila II,III,IV, dan V
Sila II :”Kemanusiaan yang Adil Dan Beradab” diliputi dan
dijiwai sila I,meliputi dan
menjiwai sila III,IVdan V
Sila III :”Persatuan Indonesia” diliputi dan dijiwai sila I, dan
II,meliputi dan menjiwai
sila IVdanV
Sila IV:”Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan” diliputi dan dijiwai sila I,II,II,
meliputi dan
menjiwai sila V.
Sila V:”Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” diliputi
dan dijiwai sila
I,II,III,dan IV
Untuk lebih jelas contohnya sebagai berikut: faham kemanusiaan
dimiliki oleh bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa Indonesia faham
kemanusiaan sebagai yang dirumuskan dalam sila II adalah faham kemanusiaan yang
dibimbing oleh ke-Tuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Inilah yang dimaksud dengan sila II diliputi dan dijiwai oleh
sila I, begitu pula sila-sila yang lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa sila II,III,IV,V pada hakekatnya merupakan penjabaran dan penghayatan
dari sila I.
Adapun susunan sila-sila pancasila
adalah sistematis-hierarkhis, artinya kelima sila itu menunjukan suatu
rangkaian yang bertingkat (heararkhis). Sekalipun sila-sila di dalam
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang
lainnya ,namun dalam memahami hakikat pengertiannya sangat diperlukan
uraian sila demi sila. Uraian atau penafsiran haruslah bersumber, berpedoman
dan berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.
1.2 Hakekat Pengertian Sila-Sila Pancasila
1. Sila Pancasila: Ke-Tuhanan yang Maha Esa.
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan,
ialah pencipta segala yang
ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada sekutu,
Esa dalam zatNya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya bahwa
zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat
Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh siapapun.
Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan
yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya. Keyakinan adanya Tuhan yang
maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar
pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui
kaidah-kaidah logika.
Atas keyakinan yang demikianlah maka
Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, dan Negara memberi
jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan
keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Bagi dan
didalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang
Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha
Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain
dinegara Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa
(atheisme). Sebagai sila pertama Pancasila ketuhanan yang Maha Esa menjadi
sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai mendasari serta membimbing
perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia
yang telah membentuk Negara republic Indonesia yang berdailat penuh, bersipat
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan guna mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakekat
pengertian itu sesuai dengan:
a. Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain ”atas berkat
rahmat Allah
yang maha kuasa….”
b. Pasal 29 UUD 1945:
1. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Inti sila ketuhanan yang maha esa
adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara dengan hakikat Tuhan.
Kesesuaian itu dalam arti kesesuaian sebab-akibat. Maka dalam segala aspek
penyelenggaraan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat nila-nilai yang
berasal dari tuhan, yaitu nila-nilai agama. Telah dijelaskan di muka bahwa
pendukung pokok dalam penyelenggaraan Negara adalah manusia, sedangkan hakikat
kedudukan kodrat manusia adalah sebagai makhluk berdiri sendiri dan sebagai
makhluk tuhan. Dalam pengertian ini hubungan antara manusia dengan tuhan juga
memiliki hubungan sebab-akibat. Tuhan adalah sebagai sebab yang pertama atau
kausa prima, maka segala sesuatu termasuk manusia adalah merupakan ciptaan
tuhan (Notonagoro)
Hubungan manusia dengan tuhan, yang
menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban manusia sebagai
makhluk tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama. Maka menjadi suatu kewajiban
manusia sebagai makhluk tuhan, untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang
hakikatnya berupa nila-nilai kebaikan, kebenaran dan kedamaian dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Disis lain Negara adalah suatu lembaga
kemanusiaan suatu lembaga kemasyarakatan yang anggota-anggotanya terdiri atas
manusia, diadakan oleh manusia untuk manusia, bertujuan untuk melindungi dan
mensejahterakan manusia sebagai warganya. Maka Negara berkewajiban untuk
merealisasikan kebaikan, kebenaran, kesejahteraan, keadilan perdamaian untuk
seluruh warganya.
Maka dapatlah disimpulkan bahwa Negara
adalah sebagai akibat dari manusia, karena Negara adalah lembaga masyarakat dan
masyarakat adalah terdiri atas manusia-manusia, adapun keberadaan nilai-nilai
yang berasal dari tuhan. Jadi hubungan Negara dengan tuhan memiliki hubungan
kesesuaian dalam arti sebab akibat yang tidak langsung, yaitu Negara sebagai
akibat langsung dari manusia dan manusia sebagai akibat adanya tuhan. Maka
sudah menjadi suatu keharusan bagi Negara untuk merealisasikan nilai-nilai
agama yang berasal dari tuhan.
Jadi hubungan antara Negara dengan
landasan sila pertama, yaitu ini sila ketuhanan yang maha esa adalah berupa
hubungan yang bersifat mutlak dan tidak langsung. Hal ini sesuai dengan asal
mula bahan pancasila yaitu berupa nilai-nilai agama , nilai-nilai kebudayaan,
yang telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala yang
konsekuensinya harus direalisasikan dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara.
2. Sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia,
yaitu mahluk berbudi yang mempunyai potensi , rasa, karsa, dan cipta karena
potensi inilah manusia menduduki martabat yang tinggi dengan akal budinya
manusia menjadi berkebudayaan, dengan budi nuraninya manusia meyadari
nilai-nilai dan norma-norma. Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan
tindakan didasarkan atas norma-norma yang obyektif tidak subyektif apalagi
sewenang-wenang.
Beradab berasal dari kata adab, yang
berarti budaya. Mengandung arti bahwa sikap hidup, keputusan dan tindakan
selalu berdasarkan nilai budaya, terutama norma sosial dan kesusilaan. Adab
mengandung pengertian tata kesopanan kesusilaan atau moral. Jadi: kemanusiaan
yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang
didasarkan kepada potensi
budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya
baik terhadap diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan.
Di dalam sila kedua kemanusiaan yang adil yang beradab telah tersimpul
cita-cita kemanusiaan yang lengkap yang adil dan beradab memenuhi seluruh
hakekat mahluk manusia. Sila dua ini diliputi dan dijiwai sila satu hal ini
berarti bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber
dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kodrat manusia sebagai
ciptaa-Nya. Hakekat pengertian diatas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alenia
yang pertama dan pasal-pasal 27,28,29,30 UUD 1945.
Inti sila kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah landasan manusia. Maka konsekuensinya dalam setiap aspek
penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan Negara
, kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara Negara dan lain-lainnya
harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat dipahami
karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia,
dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk
manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan
hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis , terutama dalam
pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat
manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk social.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan
hakikat Negara harus sesuai dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai
makhluk individu dan makhluk social. Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia
bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan sifat makhluk individu,
namaun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan sifat mahluk social , yang
berarti manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan .
Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia
adalah monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk social secara
serasi, harmonis dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia
bukan hanya menekan kan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya
menekankan segi rohani nya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua
sifat tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan
seimbang, karena dalam praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus
sesuai dengan hakikat kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri seniri
dan makhluk tuhan.
3. Sila ketiga:
Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu yang
berarti utuh tidak terpecah belah persatuan berarti bersatunya bermacam corak
yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Indonesia mengandung dua makna
yaitu makna geograpis dan makna bangsa dalam arti politis. Jadi persatuan
Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan
yang bebas dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat, persatuan Indonesia
merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia bertujuan memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan
perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai
oleh sila I dan II. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku
bangsa, sebaliknya membina tumbuhnya persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa
yang padu tidak terpecah belah oleh sebab apapun. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD1945
alenia ke empat dan pasal-pasal 1,32,35,dan 36 UUD 1945
4. Sila keempat:
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat,
yang berarti sekelompok manusia dalam suatu wilayah tertentu kerakyatan dalam
hubungan dengan sila IV bahwa “kekuasaan yang tertinggi berada ditangan rakyat.
Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan
selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa kepentingan rakyat dan
dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab. Permusyawaratan adalah
suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan memutuskan
sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat hingga mencapai keputusan yang
berdasarkan kebulatan pendapat atau mupakat. Perwakilan adalah suatu sistem
dalam arti tata cara (prosedura) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil
bagian dalam kehidupan bernegara melalui badan-badan perwakilan.
Jadi sila ke IV adalah bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya
melalui sistem perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan
musawarah dengan pikiran yang sehat serta penuh tanggung jawab baik kepada
Tuhan yang maha Esa maupun kepada rakyat yang diwakilinya. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD alenia empat
dan pasal-pasal 1,2,3,28 dan 37 UUD 1945.
5. Sila ke V: keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Keadilan social berarti keadilan yang
berlaku dalam masyarakat di segala bidabg kehidupan, baik materi maupun
spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang menjadi rakyat
Indonesia, baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun
warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri. Jadi sila ke V berarti bahwa
setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum,
politik, social, ekonomi dan kebudayaan.
Sila Keadilan sosial adalah tujuan
dari empat sila yang mendahuluinya, merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam
bernegara, yang perwujudannya ialah tata masyarakat adil-makmur berdasarkan
Pancasila. Hakekat pengertian itu
sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan pasal-pasal 23, 27, 28, 29, 31
dan 34 UUD 1945.
Inti sila kelima yaitu “keadilan” yang
mengandung makna sifat-sifat dan keadaan Negara Indonesia harus sesuai dengan
hakikat adil, yaitu pemenuhan hak dan wajib pada kodrat manusia hakikat
keadilan ini berkaitan dengan hidup manusia , yaitu hubungan keadilan antara
manusia satu dengan lainnya, dalam hubungan hidup manusia dengan tuhannya, dan
dalam hubungan hidup manusia dengan dirinya sendiri (notonegoro). Keadilan ini
sesuai dengan makna yang terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu
kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya hakikat adil sebagaimana yang
terkandung dalam sila kedua ini terjelma dalam sila kelima, yaitu memberikan
kepada siapapun juga apa yang telah menjadi haknya oleh karena itu inti sila
keadilan social adalah memenuhi hakikat adil.
Realisasi keadilan dalam praktek
kenegaraan secara kongkrit keadilan social ini mengandung cita-cita
kefilsafatan yang bersumber pada sifat kodrat manusia monodualis , yaitu sifat
kodrat manusia sebagai individu dan makhluk social. Hal ini menyangkut
realisasi keadilan dalam kaitannya dengan Negara Indonesia sendiri (dalam
lingkup nasional) maupun dalam hubungan Negara Indonesia dengan Negara lain
(lingkup internasional)
Dalam lingkup nasional realisasi
keadilan diwujudkan dalam tiga segi (keadilan segitiga) yaitu:
1. Keadilan
distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara dengan warganya. Negara
wajib memenuhi keadilan terhadap warganya yaitu wajib membagi-bagikan terhadap
warganya apa yang telah menjadi haknya.
2. Keadilan bertaat (legal), yaitu
hubungan keadilan antara warga Negara terhadap Negara. Jadi dalam pengertian
keadilan legal ini negaralah yang wajib memenuhi keadilan terhadap negaranya.
3. Keadilan
komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu dengan yang lainnya,
atau dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga Negara.
Selain itu secara kejiwaan cita-cita
keadilan tersebut juga meliputi seluruh unsur manusia, jadi juga bersifat
monopluralis . sudah menjadi bawaan hakikatnya hakikat mutlak manusia untuk
memenuhi kepentingan hidupnya baik yang ketubuhan maupun yang kejiwaan, baik
dari dirinya sendiri-sendiri maupun dari orang lain, semua itu dalam realisasi
hubungan kemanusiaan selengkapnya yaitu hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, hubungan manusia dengan manusia lainnya dan hubungan manusia dengan
Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar